PANSUS RUU KEK FOKUS PADA PENDEKATAN REGIONAL

22-01-2009 / PANITIA KHUSUS
Pansus Rancangan Undang-Undang tentang Kawasan Ekonomi Khusus (RUU KEK) memandang sangat perlu melibatkan stakeholder atau pihak pemangku kepentingan agar dapat memberikan sumbang saran yang konstruktif dalam menetapkan suatu kawasan itu menjadi KEK dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah. Sehingga penetapan KEK tidak lepas dari koridor otonomi daerah dan tidak bersifat sentralistik. Hal ini disampaikan Pimpinan Pansus RUU KEK Marzuki Achmad (F-PG) didampingi Azam Azman Natawijana (F-PD) dan Nasril Bahar (F-PAN) dalam Rapat Pansus RUU KEK dengan para gubernur di Ruang Rapat Komisi VI, Kamis (22/1). “Saya memandang sangat perlu melibatkan stakeholder agar dapat memberikan sumbang saran yang konstruktif,” ujar Marzuki. Menurutnya, KEK ini hanya konsentrasi dari berbagai kegiatan ekonomi yang difokuskan pada satu wilayah. Padahal di Kawasan Indonesia Timur harusnya KEK ini adalah pendekatan baru yang lebih fokus kepada pendekatan regional. Lebih lanjut ia mengemukakan KEK seharusnya dapat mengatasi kesenjangan yang sudah faktual antara wilayahIndonesia bagian timur dan barat. “Saya kira ini adalah suatu yang sangat menarik, tetapi bagaimana kita memformulasikannya,” jelasnya. Menurutnya, mengambil contoh dari masa lalu, ketidakberhasilan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) salah satunya adalah begitu jauhnya span of control. Tetapi yang menjadi permasalahannya sekarang adalah bagaimana memformulasikan agar supaya pemerintah daerah memiliki kontrol untuk ini. Sementara itu, Carol Daniel Kadang (F-PDS) menggarisbawahi bahwa KEK ini tidak hanya berbicara tentang daratan tetapi berbicara tentang kepulauan, sehingga perhatian Pansus untuk memasukan kepulauan ini menjadi suatu bagian yang tidak terpisahkan dalam UU ini. “Nanti akan kita rumuskan di dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), karena untuk kawasan daripada provinsi-provinsi kepulauan ini seringkali tidak menjadi perhatian,” ujarnya. Wakil Gubernur Maluku Said Assegaf dalam keterangannya kepada Pansus RUU KEK memberikan perhatian yang besar dan sangat mendukung untuk ditetapkan UU tentang KEK. Karena menurutnya regulasi tersebut dapat turut mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Ia menyadari bahwa pembangunan di Maluku relatif tertinggal dibandingkan dengan kawasan lainnya di Indonesia. “Salah satu dari ketinggalan ini adalah pembangunan di bidang ekonomi,” jelasnya. Menurutnya, penyusunan RUU KEK ini masih berada dalam tataran paradigma “efisien” dan belum mengadopsi paradigma “pemerataan”, sehingga penyempurnaan RUU ini hendaknya turut mengarahkan KEK. Bukan hanya semata-mata untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun juga sebagai alat untuk mengatasi kesenjangan atar wilayah. Disamping itu, hasil produksi yang dihasilkan dari kawasan KEK tidak hanya dijual ke luar negeri, melainkan juga dijual untuk konsumsi lokal (sebagaimana penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf c). Hal ini dapat menimbulkan potensi rasa ketidakadilan dimana pengusaha yang satu memperoleh berbagai kemudahan, sedangkan pengusaha yang lain tidak memperoleh kemudahan tersebut. Kebijakan yang cenderung distortif dan diskriminatif dapat mengarah pada situasi chaos. Karena itu, penyempurnaan hendaknya turut memikirkan potensi tersebut. Ia berharap UU KEK ini dapat memberikan manfaat kepada masyarakat khususnya pada wilayah kepulauan dan pulau-pulau kecil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara itu, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiah menjelaskan, kehadiran KEK pada suatu daerah tertentu diharapkan dapat benar-benar memberikan nilai tambah yang maksimal/signifikan bagi kepentingan kesejahteraan daerah, meningkatkan pemanfaatan sumber daya lokal dan menumbuhkembangkan kekuatan ekonomi riil. Menurutnya, melihat peranan kedudukan KEK yang cukup strategis ini, maka kebijakan pengembangan KEK di Indonesia diharapkan dapat diimplementasikan segera. Dan keberadaan KEK yang akan dikembangkan diharapkan pula tidak mematikan kawasan industri yang sudah ada, namun dapat bersinergi dengan kawasan-kawasan industri maupun kawasan berikat (bonde zone). Seperti halnya di Banten terdapat 18 kawasan industri yang saat ini telah beroperasi dengan baik. “Dengan demikian dapat memperlancar kegiatan produksi di KEK,” jelasnya. Lebih jauh dia menekankan perlu pembahasan secara khusus instansional yang terkait dengan aspek ketenagakerjaan sebagaimana diatur dalam RUU KEK, termasuk upaya peningkatan kualitas SDM tenaga kerjaan sejalan dengan pengembangan teknologi untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja. Atut juga meminta, mengingat fungsi KEK sebagai sarana vital dan strategis bagi pembangunan ekonomi, untuk itu perlu ditambahkan klausul/pasal yang mengatur tentang sistem pengamanan, katanya seraya menambahkan ia menyambut baik dan mendukung sepenuhnya RUU tentang KEK menjadi UU.(iwan)
BERITA TERKAIT
Pansus: Rekomendasi DPR Jadi Rujukan Penyelidikan Penyelenggaraan Haji
30-09-2024 / PANITIA KHUSUS
PARLEMENTARIA, Jakarta - Panitia Khusus (Pansus) Angket DPR RI terkait penyelenggaraan Ibadah Haji 2024 telah mengeluarkan sejumlah rekomendasi setelah melakukan...
Revisi UU Tentang Haji Diharapkan Mampu Perbaiki Penyelenggaraan Ibadah Haji
26-09-2024 / PANITIA KHUSUS
PARLEMENTARIA, Jakarta - Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Haji 2024 DPR RI mendorong adanya revisi Undang-undang Haji seiring ditemukannya sejumlah...
RUU Paten Jadikan Indonesia Produsen Inovasi
24-09-2024 / PANITIA KHUSUS
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Panitia Khusus RUU Paten Subardi menyatakan aturan Paten yang baru akan mempercepat sekaligus memudahkan layanan pendaftaran...
Pemerintah Harus Lindungi Produksi Obat Generik Dalam Negeri
24-09-2024 / PANITIA KHUSUS
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Paten Diah Nurwitasari meminta Pemerintah lewat sejumlah kementerian agar mampu...